Kenapa ya novel Jepang tuh bikin saya terbayang-bayang? Visualisasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan seperti tergambar jelas, nyata sampai kebawa mimpi lho! wkwkwk
Apalagi sosok hantu cafe yang digambarkan dalam Novel Funiculi Funicula ini. Rasanya horor banget ketika pertama kali Toshikazu menceritakan sosok hantu yang duduk di tempat yang sama dalam sebuah cafe, dengan gaun putih, tatapan serius ke novel yang dibacanya tapi tidak kunjung selesai itu.
Bahkan ketika beberapa tokoh melakukan perjalanan waktu ke masa lalu dan masa depan, saya seperti ikut terhanyut mengikuti perjalanan mereka.
Review Funiculi Funicula, Before The Coffe Gets Cold
Kalau ternyata semua ini bohong, apa boleh buat. Tetapi harus dibuktikan. Fumiko lalu meminta dengan halus kepada si hantu wanita.
“Permisi, bolehkah kupinjam kursi ini sebentar saja?”
Wanita itu tetap bergeming. Ia asyik membaca buku seolah tak mendengar apa pun. Kesal karena diabaikan, Fumiko mencengkeram lengan atas wanita itu.
“Hentikan!” Kazu memperingatkan dengan keras.
“Hei, kau! Berhentilah mengabaikanku!” Fumiko menarik wanita itu dari kursinya.
Lalu tiba-tiba wanita itu membelalakkan mata, menatap Fumiko penuh kemarahan. Seketika Fumiko merasa beban berat menindih sekujur tubuhnya. Rasanya sesak, seolah ia tertimbun lusinan selimut. Lampu-lampu berkedip, meredup bak cahaya lilin, lalu semua menjadi gelap. Yang terdengar hanya suara menyeramkan yang menggema di seluruh ruangan. Fumiko jatuh berlutut.
Fumiko adalah tokoh pertama yang membuat pembaca Funiculi Funicula menyadari bahwa apa yang dikatakan bahwa seseorang bisa kembali ke masa lalu di cafe ini adalah benar adanya. Legenda urban yang santer diberitakan di koran-koran dan majalah Tokyo saat itu menjadi pusat perhatian. Namun tak satu pun yang mampu bertahan dengan berbagai macam syarat yang diajukan jika memang benar-benar ingin kembali ke masa lalu.
Syaratnya berlapis, seperti pasal berlapis yang menjerat seorang pembunuh bayaran yang terencanakan. Bahkan lebih banyak lapisannya daripada itu.
Fumiko adalah salah satu perempuan yang beruntung mampu “lolos” di proses “penjaringan” pertama untuk orang-orang yang bersikukuh ingin kembali ke masa lalunya dalam waktu singkat. Meskipun tidak akan ada yang berubah. Ya, di sini tidak akan ada yang mengubah kenyataan di masa depan, kalau dalam istilah orang Indonesia sih, tidak ada yang bisa mengubah takdir. Bahkan ketika kita kembali ke masa lalu sekalipun.
Fumiko akhirnya berhasil kembali ke masa lalu, menemui kekasihnya dan mendapatkan jawaban atas apa yang selama ini tidak ia sangka-sangka.
Bab pertama, kisah pertama lho ini, saya sudah mendapatkan banyak hal di sini. Ugh apalagi bab 4 yang bikin berurai air mata (ngga sabar banget rasanya ngespill wkwkwk). Tentang penerimaan, komunikasi dengan pasangan, dan juga arti bersabar hehehe..
Why Before The Coffee Gets Cold? Kenapa Memangnya Kalau Kopinya Dingin?
Sebagaimana judul aslinya, Kōhī Ga Samenai Uchi Ni—Before the Coffee Gets Cold memang menjadi salah satu peraturan yang harus dipatuhi oleh siapa saja yang ingin kembali ke masa lalu.
Karena tempatnya di kafe, ngga mungkin dong kalau nunggu es krimnya meleleh. Jadinya ya sebelum kopinya dingin hehehe..
Yes, peraturan yang harus ditaati kalau tidak mau menjadi hantu gentayangan dalam novel ini adalah harus kembali ke dunia masa kini sebelum kopinya jadi dingin. Kalau kopinya sampai dingin dan kamu gagal kembali ke masa kini, maka kamu akan jadi hantu gentayangan selamanya. Ngeri ngeri sedap sih.
Oleh karena itu ngga banyak orang yang mau mengikuti aturan main di kafe kecil namun legendaris ini. Ada pun orang-orang yang berhasil melaluinya dengan baik, meskipun tak bisa mengubah apa yang menjadi takdir mereka, ternyata ada hal yang mereka dapatkan dan menjadikan diri mereka jauh lebih baik dibanding sebelumnya dengan kembalinya jiwa dan tubuh mereka ke masa lalu. Meskipun dalam waktu singkat.
Saya kagum dan salut dengan keteguhan orang Jepang di novel ini. Begitu banyak berita-berita negatif yang kita terima akhir-akhir ini. Rasanya membuat sesak nafas dan berpikir berulang kali : kok bisa?? kok ada orang kayak gitu??
Membaca novel ini jadi sadar bahwa dunia belum seburuk itu. Dunia belum seluruhnya menjadi bejat dan buruk sekali. Sedih banget jujur melihat dan mendengar situasi di negeri kita. Namun Funiculi Funicula seolah mengobati rasa sesak itu dengan menghadirkan orang-orang baik meski hanya lewat cerita.
Apalagi cerita di akhir yang membuat saya tersenyum sekaligus menangis. Tentang pengorbanan nyawa seorang Ibu untuk anaknya. Bahwa ia tak pernah menyesal melahirkan anaknya meskipun harus kehilangan nyawa. Ia tak menyesal karena telah melahirkan anak yang sehat dan punya kegigihan atas mimpinya. Duh rasanya melting banget hatiku!
Quotes yang menyentuh hati di bagian penutup :
“Meskipun tak bisa mengubah kenyataan, asalkan masih ada hati yang tergerak untuk berubah, selama itu pula kursi tersebut istimewa.”
Novel ini beneran cocok dibaca kapan pun dan dimana pun. Bahkan saya membacanya sambil olahraga hehehe..
Pokoknya ngga akan nyesel kamu beli buku ini. Ada lanjutannya ternyata, tungguin saya selesai baca dan ngereview ya! Hehehe..
Baca juga rekomendasi buku-buku seru lainnya di sini yuk!