Belajar jatuh cinta dari ulama adalah buku yang dihadiahkan oleh suami saya beberapa bulan lalu. Ketika beliau menanyakan, “mau ini ngga?” saya langsung meng-iyakan meskipun belum membaca blurb atau ringkasannya.
Dari judulnya saja saya sudah tertarik, cakep nih.. siapa tahu bisa jadi nasihat pernikahan saya dan suami yang sudah 10 tahun berjalan ini.
Review Buku Belajar Jatuh Cinta dari Ulama Karya Pizaro
Kisah pertama yang membangkitkan semangat perjuangan dalam buku ini dibuka dengan kisah dari Kiai Wahid Hasyim dan Nyai Solichah. Perjodohan di antara keduanya dilakukan oleh Kiai Hasyim dan Kiyai Bisri. Keduanya adalah pendiri NU, salah satu ormas terbesar di Indonesia.
Belajar dari Kisah Kiai Wahid Hasyim dan Solichah
Ketabahan Ibu Wahid itu karena beliau dibesarkan di lingkungan pesantren yang tahu banyak tentang ajaran agama, bagaimana seseorang menghadapi cobaan Allah – terang KH. Sahal Mahfudz.
Ketabahan seorang istri ketika ditinggal sang suami kecelakaan di tengah perjalanan dakwahnya tersebut tentu tak terbayangkan oleh siapapun sebelumnya. Setelah bertahun-tahun menemaninya dalam suka dan duka, keluar masuk penjara di masa-masa kolonial Belanda, jika tidak karena ketegaran Ibu Wahid, mungkin anak-anaknya tidak akan bisa seperti sekarang.
Ibu Wahid atau Hj. Solichah yang ditinggal suaminya di usia 30 tahun tersebut harus membesarkan keenam anaknya sendirian. Allah kuatkan pundak beliau dengan berbagai cara. Berdagang beras, jualan gado-gado, semua dilakukannya demi kehidupan anak-anaknya.
Belajar dari Siti Raham, Istri Setia Sang Buya
Kain Angku Haji jangan dijual, biar kain saya saja. Karena Angku Haji sering keluar rumah. Di luar, jangan sampai Angku Haji kelihatan sebagai orang miskin – ujar Siti Raham suatu ketika saat mereka benar-benar kelaparan, sedangkan harta istri Buya Hamka sudah habis terkuras dijual, dan Buya memutuskan untuk menjual kainnya.
Dalam keadaan sederhana pun Siti Raham masih mempertimbangkan kehormatan suaminya. Apa saja akan dilakukannya supaya Buya Hamka tidak terlihat lusuh di mata jamaah dan masyarakat.
Mulai dari memikirkan pakaian hingga membersihkan kopiah bila Buya Hamka ketika hendak keluar. Karena cinta adalah kehormatan.
Keteguhan Siti Raham ketika menemani Buya Hamka dalam perjuangan nasional sepanjang 1945-1949 tak diragukan lagi. Kekuatan cinta mereka tak goyah meski dipisahkan berbulan-bulan karena penjajahan, pun semakin kuat ketika Buya Hamka harus mendekam di penjara karena fitnah yang keji dari Pemerintahan saat itu.
Saya tak bisa membayangkan jika menjadi Siti Raham, kadang ketika suami pulang malam saja saya merasa nelangsa, merasa suami tak memperhatikan. Begitu banyak bisikan-bisikan setan yang mampir di telinga. Lain hal dengan Siti Raham yang sabar ketika ditinggal untuk berdakwah, berhari-hari, bahkan berbulan-bulan.
Mahligai Cinta Nur Nahar, Istri Mohammad Natsir
Kalau teman-teman saat ini tengah menyekolahkan anaknya di sekolah Islam, atau bahkan dulu pernah menempuh jenjang sarjana di Universitas Islam, sesungguhnya itu adalah buah perjuangan Mohammad Natsir dan istrinya, Nur Nahar.
Berawal dari Nur Nahar, seorang guru yang punya penghasilan bagus di sekolah Belanda pindah ke sekolah yang didirikan oleh Mohammad Natsir, sebagai upaya untuk memberikan pendidikan keagamaan untuk masyarakat, khususnya para dhuafa yang tak mampu bersekolah di sekolah Pemerintah Belanda.
Nur Nahar rela berhenti dari pekerjaannya sebagai guru di sekolah negeri dan memutuskan hijrah untuk mengajar anak didik Pendis (Pendidikan Islam) di bawah koordinasi Mohammad Natsir.
Nur Nahar sangat sadar bahwa keputusan tersebut penuh risiko. Karena semua orang tahu bahwa Pendis bukanlah lembaga berharta, bahkan Natsir harus berkali-kali menunggak uang sewa bangunan.
Menjadi guru sekolah partikelir (non-formal) itu artinya tidak mempunyai penghasilan yang cukup dan tetap.
Tapi Nur Nahar tidak gusar dengan kondisi ini. Ia rela menyumbangkan tenaganya kepada Pendidikan Islam dan melepaskan pekerjaannya yang terjamin. Nur Nahar memiliki visi yang sama dengan Pendis, yakni memadukan pendidikan ajaran Islam dan umum, sebagaimana Natsir yang menolak dikotomi pendidikan.
Belajar Cinta Sejati dari Hasan al-Banna
Hasan Al Banna, dikenal sebagai tokoh Islam yang memiliki pengaruh terhadap gerakan Islam pada abad 20. Beliau adalah seorang ulama, mujtahid, dan mujahid yang berjasa melakukan Islamisasi di Mesir dan menginspirasi kebangkitan Islam.
Meski karya-karya beliau sedikit karena beliau wafat ketika muda, namun tetap saja Hasan al-Banna menjadi referensi kader-kader muda gerakan Islam sampai saat ini.
Ketika memilih Lathifah sebagai istri, Hasan benar-benar pasrah pada pilihan Ibunya. Hasan sebagai seorang anak yang berbakti, percaya bahwa pilihan Ibunya adalah pilihan terbaik untuknya.
Perempuan itu separuh dari sebuah bangsa, bahkan separuh yang paling memengaruhi dan memberi peran besar (Hasan al-Banna)
Berawal dari komitmen inilah ibunya terpikat dengan sosok perempuan yang indah bacaan Qur’an-nya. Lathifah pun menjadi cermin bagi kehidupan al-banna. Dia adalah sosok wanita tangguh yang senantiasa mendampingi suaminya di jalan dakwah, hingga ketika al-Banna syahid di jalan yang mulia.
Sebenarnya masih ada lagi kisah cinta dari Sayyid al-Quthb yang mengharu biru. Belum pernah saya jumpai lelaki seperti beliau yang teguh dalam iman dan memendam cintanya begitu lama.
Teman-teman bisa langsung baca saja di buku Belajar Jatuh Cinta dari Ulama yang ditulis oleh Pizaro ini. Bahasanya ringan, mudah dipahami, namun tak mengurangi syahdunya kisah yang dihadirkan oleh setiap tokoh sedikit pun.
Belajar Jatuh Cinta dari Ulama oleh Pizaro
Penerbit Khazanah Intelektual, Bandung, cetakan pertama Januari 2023, 124 halaman.