Sebagai seseorang yang suka membaca buku, sejujurnya saya tidak mengalami beberapa hal yang biasanya dialami oleh para pembaca buku. Berikut adalah hal-hal yang biasanya dialami oleh pembaca buku, tetapi tidak saya alami.
3 Hal yang Dialami Pembaca Buku, Tapi Kok Saya Engga?
Pertama, tumbuh dari keluarga yang suka membaca buku. Ya, bapak dan ibu saya bukanlah pembaca buku garis keras. Sewaktu kecil, alih-alih membacakan dongeng dari buku anak-anak atau majalah anak-anak, bapak saya lebih sering bercerita tentang pemerintahan orde baru. Maklum, bapak saya adalah salah satu korban dari ketidakadilan rezim orde baru. Hal inilah yang kemudian memantik minat saya kepada buku-buku sejarah yang berkaitan dengan orde baru.
Dalam perjalanan menyukai genre buku tersebut pun, seringkali saya dianggap pengen terlihat keren. Padahal ya … nggak gitu. Saya cuma pengen tahu lebih banyak tentang apa yang diceritakan oleh bapak saya. Soalnya, banyak yang memang nggak didapat di bangku sekolah.
Kedua, mengenal buku anak-anak saat usia anak-anak. Teman-teman yang suka membaca buku pasti banyak yang punya cerita dengan Majalah Bobo atau buku-buku semacam Lima Sekawan. Majalah dan buku yang mungkin mengakrabi masa kecil teman-teman. Bagi saya, hal semacam itu adalah satu privilege karena saya tidak merasakannya.
Seperti yang sudah saya ceritakan di atas, saya tidak begitu akrab dengan buku ataupun majalah anak-anak. Alasan utamanya tentu saja selain karena kedua orang tua saya bukan pencinta buku, kami juga terolong sobat misqueen yang menempatkan buku apalagi majalah dalam urutan ke sekian dari daftar kebutuhan hidup yang harus dipenuhi.
Saya baru membeli dan memiliki Majalah Bobo, saat saya sudah duduk di bangku SMA. Itu pun karena ada tugas sekolah yang bahannya bisa saya dapatkan di Majalah Bobo. Sedangkan untuk kategori buku bacaan anak-anak, sampai detik ini saya masih asing. Bukan karena tidak suka, tetapi saya sangat bingung harus mulai dari membaca yang mana.
Untuk buku bacaan anak-anak karya penulis dalam negeri, seingat saya, saya hanya mengikuti serial Mata karya Okky Madasari. Buku ini memakai tokoh utama seorang anak, meski ceritanya sendiri sebenarnya banyak menyinggung kehidupan orang dewasa.
Ketiga, sering beli buku. Seperti yang sedikit saya singgung di atas, saya ini termasuk sobat misqueen.
Dalam banyak kesempatan, ketika saya bercerita kenapa saya tidak terbiasa membaca sejak kecil. saya seringkali berhadapan dengan komentar, “saya juga misqueen sih, waktu kecil kalau mau beli buku harus menabung dulu.” Maka, tanpa mengurangi rasa hormat saya, saya akan merespons kembali dengan kalimat, “bagaimana mau menabung kalau uang yang dipakai untuk menabung betul-betul tidak ada.”
Jadi, kondisinya memang sangat tidak memungkinkan bagi saya untuk mengakses buku bacaan dengan bermodal duit sendiri. Perpustakaan sekolah? Di sana hanya tersedia buku pelajaran. Ruangannya bahkan terkesan angker saking sepinya.
Saya baru mengenal konsep menabung untuk membeli buku, saat saya SMA. Itu pun tidak banyak. Untuk satu buku seharga lima puluh ribu rupiah, saya harus menabung sampai berbulan-bulan. Setahun, saya paling banyak cuma membeli dua buku.
Setelah bekerja, keadaannya pun tidak langsung berubah begitu saja. Sedikit membaik memang, tetapi belum sampai ke tahap, kalau mau beli buku tinggal beli, nggak pakai mikir-mikir lagi. Bahkan hal itu masih berlangsung sampai sekarang.
Oleh karena itu, tidak heran jika jumlah buku yang saya baca ataupun koleksi buku saya, jumlahnya masih sedikit. Kadang, ketika teman-teman membahas buku tertentu, saya cuma bisa menyimak dengan rasa insecure.
Itulah tiga hal yang yang biasaya dirasakan oleh para pembaca buku, tetapi saya tidak merasakannya. Meskipun tidak mengalaminya, ketiga hal tersebut tidak lantas menyurutkan kesukaan saya pada aktivitas membaca buku. Yang terjadi justru saya makin terpacu untuk lebih giat mencari cuan. Agar saat pengen beli buku, langsung beli aja, tanpa memikirkan harga dan sisa uang yang dipunya.
Nah, itulah cerita saya sebagai seseorang yang suka membaca buku. Kalau kalian bagaimana? Ada yang merasa relate dengan apa yang saya alami? Atau kalian punya cerita yang berbeda? Yuk, diceritakan!
Author :
Seorang ibu yang suka membaca dan sedang belajar menulis. Blasteran Jawa-Toraja, yang bisa disapa lewat IG dan Twitter @utamyyningsih