Menurutku, kematian tidak seharusnya menjadi alasan seseorang tidak bahagia. Sebab tidak ada orang yang tak akan mati. Jika kematian adalah penyebab ketidakbahagiaan, berarti semua orang dilahirkan untuk tidak bahagia. Hal itu tidak benar. Setiap orang tentu dilahirkan demi kebahagiaan. (Yukari Tokita)
Salah satu cuplikan dari novel Dona Dona yang beberapa waktu lalu sempat booming gara-gara Before The Coffee Gets Cold dan Funiculi Funicula. Apakah isinya sama?
Nah, selain Before the Coffee Gets Cold dan juga Funiculi Funicula, kini Dona Dona akan membawa kita berpetualang dengan pelayan cafe yang sama seperti sebelumnya.
Karya yang juga ditulis oleh Toshikazu Kawaguchi ini emang seolah tidak ada habisnya untuk dibaca. Meskipun mengangkat pola yang sama, tapi selalu ada cerita baru yang hangat.
Saya jadi tahu benang merah beberapa novel jepang bergenre fantasi. Yakni mengambil pelajaran dari kehidupan orang lain yang punya kisah romantis hingga tragis sekalipun.
Review Dona Dona, Novel Lanjutan dari Funiculi Funicula?
Terdapat sebuah kafe Dona Dona yang berdiri di sebuah lereng indah tak bernama di Hakodate, Hokkaido yang menawarkan layanan istimewa kepada pengujungnya. Yakni perjalanan melintasi waktu. Sebagaimana yang terjadi di cafe novel sebelumnya, Before The Coffee Gets Cold dan Funiculi Funicula.
Persamaannya dengan Funiculi Funicula yang ada di Tokyo, yakni mereka hanya bisa melakukan perjalanan waktu jika mematuhi semua peraturan yang merepotkan. Selain itu juga kopi yang dituangkan ke dalam cangkir sebagaimana yang terjadi sebelumnya harus dituangkan oleh perempuan di keluarga Tokita.
Ada beberapa orang yang ingin memutar waktu dan diceritakan dalam novel Dona Dona ini. Salah satunya adalah seorang wanita muda yang menyimpan dendam pada kedua orangtua mereka.
Nah lho, tampak familiar dengan kasus yang akhir-akhir ini viral ngga sih? Anak yang dendam pada Ibunya dan juga Ibu yang dendam pada anaknya. Tapi ngga ya guys. Kalau dalam novel Dona Dona ini, sang anak dendam karena kedua orangtuanya meninggalkannya untuk selama-lamanya dalam sebuah kecelakaan lalu lintas.
Ia merasa dunia tak adil dan orangtuanya adalah orangtua yang tidak bertanggung jawab karena meninggalkannya sendirian menghadapi kehidupan.
Ia menjadi anak yatim piatu yang kesepian dan hampir lupa bagaimana rasanya diperhatikan. Namun setelah menjumpai kedua orangtuanya melalui perjalanan waktu, ia justru memiliki anggapan lain karena sudut pandangnya berubah. Si wanita muda itu jelas terluka. Jelas memiliki lubang yang tak bisa disembuhkan oleh siapapun kecuali dirinya sendiri.
Pelayanan dari cafe Dona Dona menjadikannya berubah dan tidak lagi mendendam pada orangtuanya. Bagaimana caranya? Ada baiknya teman-teman langsung saja membaca novelnya ya!
Selain kisah wanita muda yatim piatu, saya juga terkesan dengan kisah persahabatan antara komedian dan sahabatnya. Seorang komedian yang kehilangan tujuan hidup setelah berhasil mewujudkan impian mendiang istrinya.
Selain itu juga ada kisah seorang adik yang khawatir kakaknya tidak akan bisa tersenyum lagi setelah kepergiannya. Ditambah kisah seorang pemuda yang tak mampu mengungkapkan cinta terpendam kepada sahabatnya.
Semua kisah yang saya baca di novel Dona Dona ini sangat kompleks. Bahkan saya tak terpikir ada orang yang berpikir serumit itu. Namun saya langsung tersadar bahwa mereka semua tinggal di Jepang, bukan Indonesia dengan budaya dan ramah tamah yang tak pernah redup.
Perjalanan Waktu yang Tak Bisa Mengubah Apa-Apa
Meskipun dalam persyaratan semua orang tahu mereka tidak akan bisa mengubah apapun selama maupun sesudah melakukan perjalanan waktu, namun entah mengapa pengunjung cafe Dona Dona selalu ramai dan banyak orang yang antre agar bisa melakukan perjalanan waktu tersebut.
Namun justru di sana lah menariknya alur dan juga ide cerita yang disuguhkan oleh Toshikazu Kawaguchi. Ada banyak pesan yang dihadirkan agar pembaca tidak hanya terhibur, tapi juga mengambil hikmah dari setiap kisah. Apalagi kisahnya tuh relate banget dengan kita semua. Sederhana tapi mendalam kalau boleh saya bilang sih.
Mungkin perjalanan mereka selama menyusuri perjalanan waktu di cafe Dona Dona hanya akan menyisakan kenangan bagi mereka semua. Tidak bisa mengubah masa depan maupun masa lalu atau kau akan menghilang dari dunia ini. Namun kehangatan masing-masing kisah dari mereka akan terus membekas. Lalu barangkali pada akhirnya menumbuhkan tekad baru untuk menjalani hidup.
Tentu saja demi kebahagiaan masing-masing 🙂
Salut banget dengan sang penulis Dona Dona dan dua buku lainnya yang booming di Indonesia. Siapa sangka Toshikazu Kawaguchi lahir pada tahun 1971. Tapi karyanya menyentuh berbagai kalangan, bahkan hingga generasi Z yang saya tahu juga membaca novel-novel beliau.
Siapa sangka lho jika Toshikazu juga pernah menjadi sebuah anggota grup teater bernama Sonic Snail sebagai produser, sutradara dan juga penulis naskah.
Bahkan Toshikazu juga sempat memenangkan beberapa penghargaan melalui grup teaternya. Toshikazu juga sempat menyabet penghargaan utama dalam Festival Teater Suginami Kesepuluh untuk karya garapannya bersama 1110 Productions berjudul Kohi ga Samenai Uchi ni, yang kemudian diadaptasi lah menjadi novel pertamanya yang dinobatkan dan dinominasikan untuk Japan Booksellers Award tahun 2017 lalu.
Lalu ide tersebut juga menjadi dasar dari novel Dona Dona yang sekarang sudah saya selesaikan.
Toshikazu keren sih. Teman-teman juga harus ikut baca dong!
Identitas buku :
Judul : Dona Dona oleh Toshikazu Kawaguchi
Alih bahasa : Pegy Permatasari
Diterbitkan pertama kali oleh Gramedia Pustaka Utama, cetakan kelima : Mei 2024. Ada pun terbit pertama kalinya di tahun 2023.
Semoga artikel review novel Dona Dona ini bermanfaat yaa! Jangan lupa untuk bagikan pengalaman membaca Dona Dona bagi yang sudah selesai membacanya di kolom komentar yuk!