Home » Melihat Rambu Solo’ dalam Buku Ayah Anak Beda Warna

Melihat Rambu Solo’ dalam Buku Ayah Anak Beda Warna

ayah anak beda warna

Melihat Rambu Solo’ dalam Buku Ayah Anak Beda Warna – Toraja sebagai salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan adalah salah satu destinasi wisata dalam negeri yang selalu ramai wisatawan. Baik itu wisatawan dari dalam maupun luar negeri.

Selain keindahan alamnya, Toraja juga punya budaya yang unik. Salah satunya adalah upacara pemakaman khas Toraja yang disebut rambu solo’.

Rambu Solo’

Dalam bahasa Toraja, rambu solo’—sebagai bagian dari ajaran aluk to dolo—berarti asap menurun atau asap yang arahnya ke bawah. Hal ini berhubungan dengan rangkaian kegiatan dalam upacara rambu solo’ yang dimulai pada saat matahari mulai condong ke barat atau setelah pukul dua belas siang.

Dalam pelaksanaannya, upacara rambu solo’ mengenal adanya sistem kasta. Artinya, tidak semua orang Toraja yang meninggal akan diupacarakan dengan upacara rambu solo’ meriah sebagaimana yang sering muncul di berbagai media atau yang pernah teman-teman saksikan.

Menurut ajaran aluk to dolo, ada empat sistem kasta (tana’) yang berlaku, yaitu:

  1. Tana’ bulaan (kasta bangsawan tinggi)
  2. Tana’ bassi (kasta bangsawan menengah)
  3. Tana’ karurang (kasta orang merdeka)
  4. Tana’ kua-kua (kasta hamba sahaya).

Dalam pelaksanaan upacara rambu solo’, tana’ bulaan punya “kewajiban” memotong paling sedikit 24 kerbau, tana’ bassi minimal 6 kerbau, tana’ karurang paling sedikit 2 kerbau, tana’ kua-kua cukup memotong seekor babi betina atau dako.

Selanjutnya, meski semua wilayah di Toraja mengenal dan melaksanakan upacara rambu solo’, tetapi rangkaian kegiatan yang ada dalam satu wilayah adat, bisa berbeda dengan wilayah adat lainnya. Jadi, saat berkunjung ke Toraja, jangan ragu untuk menghadiri rambu solo’ di setiap wilayah adat yang berbeda, ya, Bestie.

Meskipun saya sendiri masih belajar dengan adat dan budaya dari kampung halaman ibu saya ini, tetapi saya rasa tidak ada salahnya jika saya mengajak kalian untuk melihat sekilas tentang beberapa kegiatan yang ada dalam upacara rambu solo melalui tulisan.

ayah anak beda warna

Melihat Rambu Solo’ dalam Buku Ayah Anak Beda Warna

Dalam hal ini, sekilas rangkaian kegiatan rambu solo’ yang akan kita simak bersama adalah upacara rambu solo’ meriah (Alm. Renda Sarungallo) yang diselenggarakan di Ke’te Kesu’, Toraja Utara, pada tahun 2004 yang lalu.

#1 Ma’dio’

Upacara pencanangan bahwa almarhum akan diupacarakan dengan memotong 24 ekor kerbau (berdasarkan keputusan rapat). Dalam prosesi ini, satu kerbau dikurbankan sebagai tanda ma’dio’.

Dulunya, dalam ajaran aluk to dolo, darah kerbau yang dikurbankan saat prosesi ma’dio bertujuan untuk menyucikan rencana upacara rambu solo yang berlangsung. Namun, sejak masuknya ajaran Nasrani, prosesi ini kemudian dimaknai sebagai bagian dari upaya pengadaan lauk bagi mereka yang datang pada prosesi ma’dio’.

#2 Ma’pasulluk

Inventarisasi awal jumlah kerbau yang sudah tersedia untuk pelaksanaan rambu solo’.  

#3 Mangriu’ Batu

Pengambilan batu menhir dari gunung untuk dibawa ke lingkungan rante (lapangan tempat upacara rambu solo’) tempat pelaksanaan prosesi mesimbuang.

#4 Mesimbuang

Pengambilan pohon ijuk, pohon pinang, pohon lambiri, dan pohon kadingi’ dari suatu tempat untuk dibawa ke rante, kemudian ditanam di samping batu menhir yang sudah diambil sebelumnya.

#5 Mebala’kaan

Mendirikan panggung di tengah rante dengan tinggi tiang 2-3 meter dan terbuat dari pohon kapuk. Tiang ini berfungsi sebagai tempat pembagian daging, sementara panggung berfungsi sebagai tempat to minaa (pimpinan keagamaan menurut kepercayaan aluk to dolo, pendeta adat).

#6 Ma’pasa’ Tedong

Acara penilaian kerbau yang disesuaikan dengan jumlah kerbau yang sudah disepakati dalam rapat keluarga. Semua kerbau diarak lalu dikumpulkan di halaman tongkonan tempat jenazah disemayamkan.

#7 Ma’popengkalao Alang

Menurunkan jenazah dari ruang tengah Tongkonan—tempat jenazah disemayamkan—ke salah satu alang (lumbung) di lingkungan Tongkonan.

#8 Ma’damanni

Pemberian dekorasi di kain pembungkus peti jenazah berwarna merah dengan ukiran lempengan emas dan perak. Di dalam peti tersebut, nantinya dimasukkan jenazah yang sudah melalui prosesi mebalun atau pembungkusan jenazah ala orang Toraja.

#9 Mangisi Lantang

Para keluarga yang telah disediakan lantang (pondok) sudah harus mulai menempati pondok masing-masing, lengkap dengan semua perlengkapan logistik dan peralatan dapur yang dibutuhkan selama upacara pemakaman.

#10 Ma’palao/Ma’pasonglo’

Arak-arakan jenazah dari lumbung ke lakkean (bangunan berbentuk Tongkonan yang bagian atasnya hanya sebuah ruang terbuka. Di salah satu sisi, dibentuk tangga landai untuk menaikkan balun (libatan kain merah yang menyelimuti jenazah).

Dalam prosesi ini, salah satu bagian dari arak-arakan adalah iring-iringan kaum perempuan mulai dari saudara almarhum, anak, menantu, keponakan, cucu, dan seterusnya, yang berjalan di bawah juluran kain merah panjang.

Jenazah yang sudah tiba di lakkean, ditemani oleh tau-tau (patung yang dibuat menyerupai tokoh yang diupacarakan). Setelah prosesi ini selesai, hiburan ma’pasilaga tedong (adu kerbau) pun dimulai.

#11 Allo Katongkonan/Mantarima Tamu

Penerimaan tamu secara resmi menurut adat istiadat yang berlaku. Setelah wakil rombongan mendaftar di pos pendaftaran tamu, satu per satu rombongan akan masuk beriringan ke arena upacara.

Selepas gong dibunyikan, pemandu yang berpakaian adat akan membimbing rombongan memasuki arena upacara. Rombongan yang sudah mengambil tempat di bilik-bilik lantang, akan dijamu oleh rombongan keluarga. Pada prosesi ini, rombongan keluarga menjalani kegiatan ma’papangan (memberi jamuan sirih).

Sebagai pengganti sirih, laki-laki memberi jamuan berupa rokok.

#12 Mantunu Tedong

Upacara penyembelihan kerbau yang sudah dipersiapkan untuk disembelih. Pada acara ini, kerbau sembelih (ditinggoro’) hanya dengan sekali tebasan oleh to pa’tinggoro.

Meskipun pada kegiatan ini ada kerbau yang diserahkan hidup-hidup kepada pihak gereja, tetapi di mata adat, kerbau-kerbau tersebut sudah dianggap ditunu.

#13 Me’aa/Ma’kaburu

Peti jenazah yang ada di lakkean, diturunkan lalu ditempatkan di sarigan (keranda jenazah) yang ada di rante. Selanjutnya, sarigan yang diusung dibawa ke tempat pemakaman, dengan diiringi keluarga dan para pelayat/pengantar.

Demikianlah sekilas rangkaian kegiatan dalam upacara rambu solo. Selama upacara rambu solo’ berlangsung, biasanya ada acara kesenian baik itu berupa tarian, permainan alat musik, dan lantunan hymne kematian atau ma’badong. Yaitu tarian yang melibatkan banyak orang dengan posisi membentuk lingkaran dan bergerak perlahan berlawanan arah jarum jam.

Setelah semua rangkaian kegiatan upacara rambu solo’ selesai, yang selanjutnya dilakukan adalah pembongkaran lantang dan bersih-bersih lainnya. Dalam kegiatan ini, pihak keluarga masih harus menyiapkan jamuan berupa makanan dan tuak kepada orang-orang yang datang membantu.

Akhir kata, meski tulisan ini belum membahas banyak perihal rambu solo’, tetapi setidaknya cukuplah, ya, sebagai pemantik pembahasan tentang rambu solo’.

Berhubung, saya yang lahir dari keturunan Toraja ini masih belajar tentang budaya Toraja, maka kritik dan sarannya sangat saya tunggu, ya!

Semoga setelah ini, akan lebih banyak yang tertarik menulis tentang Toraja. Ihiiiyy…

 

Author : UtamyyNingsih

Sumber referensi: Buku Ayah Anak Beda Warna – Anak Toraja Kota Menggugat (Tino Saroengallo).