The Things You Can See Only When You Slow Down menarik perhatian saya sekitar dua atau tiga tahun lalu. Begitu membaca judulnya, langsung aja gitu merasa bahwa buku ini harus masuk keranjang belanjaan.
Tapi lagi-lagi alasan sok sibuk dan tumpukan buku yang masih setengah jalan dibaca, menggagalkan saya untuk segera ‘menghabisi’nya. Sampai akhirnya baru tahun ini bisa membacanya, di bulan Agustus kemarin. Setelah saya mengunggahnya di media sosial dengan dua paragraf yang berisi curhatan perasaan saya setelah membacanya, ngga nyangka ternyata cukup ramai teman-teman menanggapi.
“Eh kirain Mbak Jihan sudah bikin reviewnya hihi.. kutunggu ulasannya Mba!”
Lalu di sinilah saya, menuliskan review setelah membaca buku yang konon katanya sudah berkali-kali naik cetak di berbagai negara. Tak heran, sudah ada lebih dari 2 milliar pencarian dan ulasan yang membahas soal buku ini! Bisa teman-teman bayangkan ya se-powerfull apa sih buku ini?
The Things You Can See Only When You Slow Down dari Haemin Sunim
Bagi penganut melihat buku dari cover dan judul, mungkin ini jadi alasan yang tepat untuk bisa memilikinya. Saya sendiri memang melihat judul dan covernya dulu hehe.. baru kemudian menimbang-nimbang bagaimana isi bukunya.
Ternyata isinya selaras dengan judul serta cover bukunya. Tak heran banyak orang di dunia membicarakan Haemin Sunim yang ternyata seorang biksu di Korea Selatan ini. Kalau di Indonesia yang penduduknya mayoritas Muslim, pengaruh tokoh agama memang penting ya?
Kalau mendengar petuah dari ‘orang berpengaruh’ entah bagaimana, sugesti bahwa hidup kita akan baik-baik saja setelah ini itu menjadi nyata. Kekuatan pikiran memang sedahsyat itu.
Jadi buku ini berisi tentang “rangkuman” konsultasi orang-orang dengan Haemin Sunim sebagai biksu. Konsultasi tersebut secara garis besar berisi tentang: Kegamangan orang dewasa yang tidak tahu bahwa hidupnya begitu berharga. Kesibukan yang menjadi rutinitas terkadang membuat manusia menjalani hidup seperti robot. Padahal jika saja kita lebih “slow” dalam menghadapi hidup, tidak terkejar oleh hal-hal duniawi yang membuat manusia terkadang “hilang kendali”, kita bisa saja menjadi manusia yang lebih menghargai apa itu arti kehidupan.
Buku ini juga berisi tentang bagaimana meredam ambisi. Tahu kan, apalagi sebagai emak-emak kadang kita merasa iri dengan ibu dari si anak A yang punya prestasi segudang. Merasa bahwa hidup kita berhenti karena tak mencapai apapun seperti kawan-kawan sebaya yang sudah menjadi direktur, influencer keren, dan masih banyak lagi.
Hal-hal tersebut seperti menghilangkan pikiran positif dalam diri bahwa sebenarnya kita juga hebat. Bukan berarti mereka yang sukses itu benar-benar bahagia kan? Orang-orang yang melalui hidupnya dengan lebih lambat bukan berarti tidak sukses. Mereka hanya menikmati hidup dan menghargai setiap detik yang mereka habiskan bersama keluarga, orang-orang tersayang, bahkan bersama buku-buku di rak mereka.
Saya jadi lebih lega dan bisa menghilangkan pikiran-pikiran negatif dengan lebih banyak bersyukur. Melihat orang lain yang ada di bawah sehingga dapat memberikan arti pada diri sendiri bahwa hidup kita begitu berharga dan kita pantas untuk bahagia.
Hargai Hidup dengan Lebih Santai. Hidup Ini Bukan Kompetisi
Satu hal yang pada akhirnya membuat saya lebih santai menjalani hidup ya karena buku ini. The Things You Can See When You Slow Down, sebagaimana judulnya, hal-hal yang hanya bisa kita lihat ketika kita lebih rileks dan santai memang benar adanya.
Contohnya ketika saya mulai mengurangi rutinitas bekerja di depan laptop tanpa tahu waktu. Ya, saya benar-benar se-work aholic itu. Alasannya karena saya cinta pekerjaan ini! Sehingga terkadang saya tak punya waktu untuk diri sendiri.
Hingga pada suatu hari saya jatuh sakit. Kemudian saya merenung sambil membaca buku ini. Saya tak pernah berolahraga rutin, saya tak pernah benar-benar mencurahkan waktu untuk mengisi waktu sebelum tidurnya Isya, anak saya. Sehingga saya sering banget merasa pusing dan burnout. Pekerjaan selesai tapi tidak maksimal, seperti tidak dibuat dengan hati.
Saya mulai memperbaiki itu dengan lebih “slowdown”, lebih rileks dan santai. Saya mulai meluangkan waktu untuk berolahraga rutin dalam satu minggu setidaknya. Saya juga berjanji untuk meluangkan waktu di malam hari untuk membacakan cerita sebelum tidur. Saya juga mulai mengontrol jam ngaji anak saya, alih-alih belajar, karena doi memang masih empat tahun.
Begitulah, akhirnya saya merasa hidup jadi lebih membahagiakan. Tidak seperti dikejar-kejar waktu. Seolah hari demi hari jadi Senin terus wkwkwk, padahal ada Sabtu dan Minggu untuk bersantai.
Jika teman-teman membutuhkan waktu untuk rehat sebentar, coba deh baca buku ini. Rileks sebentar dari hiruk pikuk dunia tidak akan membuat kita rugi kok. Bahkan kelak akan menjadi keputusan yang tidak akan kita sesali.
Semoga artikel ini bermanfaat ya! Selamat membaca sobat~
Baca juga ulasan buku self development lain di sini yuk!
Ak hrs baca ini mba
Hiks..