Botol kaca yang membawa segulung surat cinta tidak mendarat di Pantai Nusa Dua. Ada botol air kemasan, mangkuk jeli, bungkus cemilan, kantong kresek, jala nelayan, bahkan sandal Crocs warna hijau pupus. Namun tak pernah kulihat botol berisi surat cinta.
Fia yang tahun depan memasuki usia 50 tahun pasca bercerai dengan suaminya sejak lama, kini percaya dengan kisah cinta klasik yang akan datang padanya melalui Surat Cinta di Botol Kaca. Tinus, sahabat karibnya yang masih juga melajang hingga usia 50 tahun ini tengah menertawakannya, sekaligus diam-diam mencari kebenaran akan hati yang entah condong ke siapa.
Perempuan-perempuannya yang selama ini mampir dalam hidup dan ranjangnya itu, ternyata tidak juga bisa mengisi kekosongannya selama ini. Siapa sangka yang mencibir Fia, justru menjadi orang yang mewujudkan kisah cinta klasik perempuan yang tak bisa ia biarkan terluka dan jauh darinya itu.
Cerita pendek di atas adalah cuplikan singkat dari sekian banyak cerita pendek yang ditulis oleh Dee Lestari dengan judul Surat Cinta di Botol Kaca.
Kumpulan cerita pendek, prosa, hingga puisi ini ditulis secara spontan, tanpa rencana, sesuai judul buku Mbak Dee yang dirilis Desember 2024 sebagai penutup tahun ini.
Kenapa sih diberi judul Tanpa Rencana? Apa yang membuat Ibu Suri meluncurkan buku ini?
Kisah di Balik Judul Buku Tanpa Rencana
Saat membaca tulisan pertama pasca ucapan terima kasih selayaknya buku pada umumnya, saya cukup kaget dengan tulisan Dee Lestari untuk pembacanya di paragraf awal.
Saat pengantar ini dibuat, satu cerita pun dalam buku ini belum ditulis. Tanpa Rencana, ide membuat buku ini tebersit begitu saja. Cerita-cerita yang termuat dalam buku ini juga ditulis tanpa rencana.
Padahal kita semua tahu bahwa sebagai seorang penulis yang punya reputasi sebagai periset intensif, rasanya kok tidak mungkin ya Dee Lestari membuat karya antitesis dari banyak bukunya yang lain sebelum ini?
Tapi ternyata beberapa kumpulan cerpen di dalam Tanpa Rencana pun juga menjadi kesukaan saya, jadi cerita yang membekas dalam otak dan hati saya. Meskipun ada beberapa prosa dan puisi yang menurut saya kurang bisa dinikmati, tapi cerpen Dee Lestari masih saja memukau, meskipun katanya dibuat tanpa rencana.
Ternyata, asal muasal Tanpa Rencana ini bermula sejak Februari 2020. Dee memutuskan untuk mengambil jeda dari media sosial dan melakukan detoks internet.
Dee merasa saat itu hidupnya begitu penuh, dan kehilangan selera untuk berbagi di kanal medsos hingga akhirnya menjadi penyimak yang pasif. Namun menjadi penyimak pun membuat Dee menjadi jenuh menyimak kebisingan visual dan cuitan banyak orang.
Sama halnya yang saya rasakan sekarang. Hidup rasanya jadi menjemukan, kegiatan yang saya lakukan pun hanya seperti robot, tidak ada percikan semangat untuk berkreasi atau melakukan sesuatu yang baru. Rasanya kok capek banget gitu, padahal ya ngga ngapa-ngapain.
Persis banget dengan yang Dee rasakan. Hingga saya pun ingin melakukan hal yang sama dengan Dee.
Nah, pada masa jeda itulah, Dee merasakan (meskipun lambat) energi kreatif yang awalnya terpancar kemana-mana, kini mulai memadat dan memusat. Lalu muncullah ide untuk membuat buku Tanpa Rencana. Dee saat itu hanya tahu bahwa ia akan menyusun antologi yang kelak berjudul Tanpa Rencana, tanpa perencanaan apa-apa.
Review Buku Tanpa Rencana
Kalau teman-teman sedang membutuhkan bacaan ringan, bisa selesai dalam waktu singkat dan tidak menyita banyak emosi dan pikiran, Tanpa Rencana adalah pilihan yang tepat untuk dibaca.
Apalagi cerita pendek di dalamnya ringan dan tetap meninggalkan kesan yang mendalam. Khas Ibu Suri, ceritanya selalu berhasil membuat saya merenung. Ada cerita yang bikin saya merenung tentang siklus kehidupan, kelahiran dan kematian, menghadapi kehilangan, mencari pasangan seumur hidup yang satu frekuensi, hingga soal ‘buang hajat’ pun jadi cerita yang menarik kalau ditulis sama Ibu Suri mah wkwkwkw.
Ada 18 cerita di dalamnya yang memang ditulis sengaja tanpa perencanaan apa-apa. Kalau lewat pemikiran soal kehilangan misalnya, maka jadilah cerita pendek yang ditulis oleh Dee tersebut. Oleh karena itulah judul dari bukunya yang satu ini adalah Tanpa Rencana.
Sekali-kali, kita juga mungkin perlu nih untuk membuat catatan random atau jurnal gitu lah ya, siapa tahu bisa jadi buku seperti Dee Lestari ini hehehe.
Beberapa cerita di antaranya mungkin ada cerita yang dinanti-nantikan oleh penggemar Supernova dan Aroma Karsa. Nah, Dee menyuguhkan itu dalam satu cerita reuni seluruh tokoh fiksi yang dibuat oleh Dee. Judulnya Supernova Lounge. Saya membaca bagian ini sambil ketawa-ketiwi karena Dee berhasil membawa seluruh tokoh yang selama ini kita kenal dari buku, berbincang atau ngobrol langsung bersama tokoh lainnya.
Wkwkwkw kalau dipikir-pikir, ini ide brilian yang bikin masing-masing fans dari tokoh tersebut akan berkumpul jadi satu dan saling menggosip; “eh di buku Tanpa Rencana idolaku ketemuaaaaan sama tokoh jahat yang pengen tak ilangin.”
Jadi meskipun tanpa perencanaan, ternyata buku ini juga menarik dan patut untuk mendapatkan empat bintang dari saya. Apalagi untuk penggemarnya Mbak Dee Lestari, jangan coba-coba untuk skip deh, nanti menyesal hehehe..
Semoga artikel ini bermanfaat dan mampu memberikan sedikit atau banyak gambaran tentang buku Tanpa Rencana karya Dee Lestari di penghujung tahun 2024.