Aku ingat kejadian 19 tahun lalu, waktu diam tanpa suara bisa dijadikan senjata dan kata-kata dapat melakukan aksi pembunuhan. Menutup mulut menjadi cara untuk bertahan hidup. Termasuk di masa yang jauh sebelumnya, 57 tahun sebelum hari ini. Aku diam saja waktu perutku kelaparan karena hanya memakan buah dan sayur dari tong sampah, sulit untuk membuat perut kenyang walau bisa dipakai menahan lapar. Aku cuma punya beberapa bungkus gula-gula asam yang kusimpan dalam tas kain. Kutitipkan pada penjaga kamar mandi umum di pasar selama aku bekerja. Makan gula asam dalam keadaan lapar hanya akan memicu asam lambung, padahal uangku terlanjur habis untuk membeli gula-gula asam yang tak bisa kumakan juga. Tapi, paling tidak, sisa buah dan sayur membuatku terbangun esok harinya untuk bekerja sebisa-bisanya meski tubuh lemas.
Kehidupan keras yang dialami oleh tokoh si aku yang sering dipanggil “Ncek” oleh pegawainya, oleh tetangganya dan orang-orang di sekitarnya kecuali anaknya.
Tak heran jika beliau sangat menghargai makanan, jerih payah orang lain, bahkan waktu luang orang lain, tak bisa ia biarkan terbuang sia-sia. Kalau ada yang bilang waktu adalah uang, maka benar adanya. Sepanjang hidup tokoh Aku yang dihabiskan dengan kerja keras dan masa lalu yang kelam tak membuatnya berleha-leha saat usia senja. Ia justru masih gesit menangani toko yang dimilikinya.
Namun katanya, semua tak ada gunanya sekarang. Ia hanya bertahan hidup tanpa ambisi apapun, karena istri yang dicintainya sudah berpulang terlebih dahulu ke akhirat. Bagaimana bisa ia hidup bahagia meskipun ada anak-anaknya (yang kemudian dianggapnya tidak berguna)?
Sinopsis Rencana Besar Untuk Mati dengan Tenang
![]()
Tokoh Aku di sini digambarkan sebagai seorang pemuda Tionghoa yang tinggal bersama istri sejak sebelum kemerdekaan. Bahkan di sepanjang tahun 1945 ia telah melalui banyak hal yang tak biasa.
Sebagai etnis minoritas di Indonesia, tokoh Aku adalah salah satu yang tidak punya kesempatan untuk sekolah. Bahkan ia buta huruf, sehingga tak ada orang yang mau mempekerjakannya kecuali sebagai tukang suruh dengan upah rendah. Ia berhasil melewati hidupnya dengan banyak sekali ujian.
Kelaparan, ketakutan, kedinginan karena tidak punya tempat tinggal, makian, dan masih banyak lagi. Namun hatinya tulus dan mau belajar. Hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang gadis beretnis Tionghoa juga yang merupakan anak dari seorang lelaki yang menolong dan menampungnya di rumahnya.
Ia membantu lelaki itu dengan sungguh-sungguh, hingga mampu mengambil hati sang gadis. Begitu pun sang gadis, menghabiskan banyak waktu bersama lelaki gagah yang juga menjadi pesuruh ayahnya. Bahkan ia rela mengajarinya huruf demi huruf hingga bisa membaca.
Bagaimana prosesnya hingga ia bisa menikahi sang gadis dan mendapatkan anak-anak dari wanita yang dicintainya itu, teman-teman harus baca novelnya yaa~
Yang jelas, berbagai kejadian telah menguji sang tokoh Aku dan juga istrinya. Ujian yang menurut saya sangat berat dan pasti menimbulkan trauma yang mendalam. Luka yang tak kunjung kering, hingga untuk bertahan hidup pun terasa sangat menyesakkan.
Oleh karena itu ketika istrinya telah tiada, ia tak lagi punya semangat dan motivasi untuk hidup. Seakan jasad yang tak punya jiwa, seperti itulah ia hidup selama istrinya sudah pergi ke alam baka. Ia hanya merawat anak-anaknya hingga besar, menyekolahkannya, juga memberi mereka penghidupan dari toko terpal yang dirintisnya bersama sang belahan jiwa kala itu.
Tahun demi tahun yang dilewatinya tak pernah benar-benar menyembuhkan sakit hatinya. Kata orang, time will heal everything, itu tak berlaku baginya. Setiap ia mengingat peristiwa yang menyakitkan itu, semakin dendam itu terpelihara dan membuatnya tak bisa lagi bertahan hidup.
Tubuhnya telah menua, hingga ia pun merasa nampaknya ia sudah hidup terlalu lama. Maka sudah saatnya untuk segera diakhiri begitu saja. Ia tak peduli bagaimana nasib anaknya, toh mereka semua sudah besar dan mampu hidup masing-masing. Ia tak perlu mengkhawatirkan apapun lagi, karena kapanpun ia mau bisa menyusul istrinya.
Saat ini ia hanya menginginkan satu hal, yaitu kematian.
Namun yang ia alami justru kematian sangatlah sulit, bahkan lebih sulit ketika mempertahankan hidup. Ia pun mencari cara bagaimana ia bisa mati dengan mudah.
Review Rencana Besar Untuk Mati dengan Tenang
Novel ini merupakan karya Wisnu Suryaning Adji. Salah satu penulis nasional yang saya kagumi dan novel lainnya yang berjudul Rahasia Salinem sukses menyedot perhatian banyak orang karena diambil dari kisah nyata.
Rencana Besar Untuk Mati dengan Tenang ini mendapatkan beberapa penghargaan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Di antaranya seperti : Naskah Yang Menarik Perhatian Juri di ajang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2019. Juga mendapatkan predikat The Londons Book Fair Winner International Excellence Award 2019.
Ada lima bab atau bagian dalam novel ini, dan semuanya menarik! Ada banyak hal yang sebenarnya ingin sekali saya gali tentang peristiwa kerusuhan 1998. Beberapa buku dan juga Drama Korea juga membahasnya sebagai tahun mengerikan. Tahun yang buruk dan banyak orang yang memiliki usaha, bangkrut. Orang yang tiba-tiba saja diberhentikan dari pekerjaannya, dan lain-lain.
Kak Wisnu Suryaning Adji memberikan sudut pandang baru dari sisi kaum minoritas yang kala itu mendapatkan perlakuan yang keji dan memalukan. Sebagai bangsa “asli” Indonesia, saya pun tak habis pikir, apa sebenarnya yang mereka pikirkan ketika menyakiti “saudaranya” sendiri yang satu bangsa, satu tanah air?
Karena di lingkungan saya pun tak pernah menjumpai orang sebegitu jahat dan anarkisnya ketika mengatasi sebuah masalah atau mengambil sikap atas perbedaan. Sehingga ketika ada orang-orang seperti dalam novel Rencana Besar Untuk Mati dengan Tenang ini, saya jadi agak sangsi, benarkah mereka sejahat itu? Sebenarnya apa akar permasalahan yang sebenarnya sehingga banyak sekali buku yang menceritakan mereka seperti perompak keji?
Karena masalah perbedaan etnis saja, orang-orang tak ragu untuk menyakiti yang lainnya. Kemanakah saat itu kemanusiaan dan rasa empati?
Saya banyak belajar tentang kegigihan, kerja keras, konsistensi, dan keikhlasan dari kisah dalam novel ini. Baik dari tokoh Ncek maupun tokoh lainnya. Teman-teman yang ingin tahu sudut pandang etnis Tionghoa saat kejadian 98 wajib banget baca buku ini. Semata untuk memperluas sudut pandang dan mengetahui apa yang terjadi di masa itu.
Semoga ulasan ini bermanfaat yaa!
Rencana Besar Untuk Mati dengan Tenang karya Wisnu Suryaning Adji.
Cetakan pertama, November 2022. Penerbit Bentang Pustaka 265 halaman.