Home » Going Offline Karya Desi Anwar, Review dari Si Anak Sosmed

Going Offline Karya Desi Anwar, Review dari Si Anak Sosmed

going offline karya desi anwar

Going Offline ini sebenarnya saya beli ketika tak sengaja sedang membayar 2 buku nonfiksi lainnya di kasir. Lalu si kasir menawarkan pada saya buku Going Offline karya Desi Anwar, seorang jurnalis tersohor sekaligus pembawa berita di masa kecil saya. Katanya ada diskon bila saya berbelanja hingga nominal tertentu.

Namanya juga emak-emak yang mudah tergiur dengan diskonan, akhirnya saya pun meng-iya-kan. Hadirlah Going Offline karya Desi Anwar di rak buku saya tahun lalu. Yes, tahun 2021. Karena (alasan) kesibukan pada akhirnya saya baru bisa membacanya saat Ramadan kemarin, dan baru bisa menyelesaikannya beberapa hari setelah lebaran.

Sungguh banyak alasan ya, hehe..

Going Offline Karya Desi Anwar, Jalan Menemukan Jati Diri di Dunia yang Penuh Distraksi

Siapapun pasti akan merasa “dihakimi” setelah membaca buku ini. Karena saya yakin hampir setiap orang di Indonesia, atau bahkan di dunia ini pasti memiliki gawai. Punya akses yang mudah ke internet. Dunia jadi penuh dengan gelombang informasi yang tiada habisnya.

Bahkan ironisnya, siapapun bisa menjadi ahlinya hanya dengan bekal ilmu di internet! Siapa yang merasa bahwa ketika gelombang Covid-19 menimpa kita 2 tahun belakangan, semua mendadak menjadi ahlinya? Semua berargumen sesuai dengan “keinginan” dan “kepentingannya” masing-masing.

Begitu juga saat harga minyak goreng meroket, siapa sih yang ngga ikut “menyuarakan” keluhannya di berbagai kanal media sosial?

Membaca Going Offline saya berkali-kali ditampar dengan realita bahwa selama ini, selama hidup kita mengenal yang namanya gawai, hidup jadi ribet dalam hal tertentu karena kita selalu menimbang-nimbang apa yang akan dibicarakan oleh orang-orang karena unggahan kita di media sosial.

Bahkan tidak sedikit yang mengatakan bahwa unggahan kita di media sosial adalah cermin diri kita yang bisa dijadikan sebagai patokan nilai untuk masuk ke sebuah perusahaan atau lembaga tempat kita mencari pekerjaan. Padahal, bisa jadi kan apa yang saya unggah di media sosial adalah kepalsuan? Namun, siapa yang peduli? Selama itu sudah menjadi konsumsi publik, nampaknya itulah kebenaran yang mereka yakini.

Arti Teman dalam Relasi (Sebuah Bab yang Menyadarkan Saya, Benarkah Dia Temanku?)

Sesungguhnya kita menjadi kian bergantung pada sepasukan teman maya yang persetujuannya kita nantikan. Apakah dalam bentuk like, jempol atau jantung hati, dan yang berkomentar setiap kali kita mengunggah foto, kegiatan terbaru, apa yang kita santap, dan apa yang bersemayam nun jauh di dalam pikiran kita. (Going Offline halaman 66)

Iya kan? Kadang atau bahkan sering kita memastikan agar mendapatkan perhatian yang kita dambakan dengan menebar perhatian yang sama. Kita sirami halaman media sosial teman-teman dengan kata-kata yang telak dan kekaguman setiap kali mereka mengunggah potret anjing, kucing, bayi-bayi genius, serta liburan fantastis mereka. Semua itu kadang dilakukan dengan harapan kita juga mendapatkan hal yang serupa.

Hayo ngaku, bener ngga? Hehe..

Jadi benar dong kalau dikatakan bahwa kita memang hidup di dunia yang sama-sama haus akan perhatian dan pengakuan sejak adanya media sosial.

going offline karya desi anwar

Begitu pun sebaliknya, ketika dikritik, diserbu atau dirundung secara daring, kita tiba-tiba saja merasa seakan bukan apa-apa dan tidak berharga di dalam hidup. Maka di dunia dengan umpan balik instan dan komentar-komentar refleks itu, definisi kawan sejati adalah orang yang selalu memberikan komentar positif untuk setiap unggahan kita, selalu mengetik like, untuk setiap gambar yang kita bagikan, dan jempol untuk setiap opini yang kita ketik, tak peduli apakah kenal atau pernah berjumpa dengan mereka atau tidak.

Dibalik semua itu, Desi Anwar dalam bukunya Going Offline juga pada akhirnya membuat saya berpikir, benarkah mereka teman sejati?

Benarkah mereka yang suka memberikan komentar dan like adalah relasi yang nyata?

Going Offline Karya Desi Anwar Membuka Mata Untuk Tidak Membanding-bandingkan Diri Sendiri dan Orang Lain

Membaca Going Offline karya Desi Anwar ini juga membuat saya lebih lega dibanding sebelumnya. Kalau selama ini selalu membanding-bandingkan pencapaian teman, artis, atau influencer yang hampir selalu diunggah di media sosial, kini tidak lagi.

Saya berusaha untuk tidak lagi tersedot pada sosok-sosok artis, influencer atau bahkan seorang teman yang sudah punya ini itu. Standar kesempurnaan mereka terus menggerus diri kita. Oleh karena itu momentum lebaran tahun ini saya berusaha sekuat tenaga untuk tidak “sedikit-sedikit update”, ya setidaknya mengurangi bermain di sosial media gitu lah.

Desi Anwar mengatakan, ketimbang membuang-buang waktu untuk berselancar mencari informasi tentang orang-orang yang tak dikenal di Facebook, Instagram atau twitter, bagaimana kalau kita berselancar ke kedalaman dan misteri diri sendiri yang selama ini telah kita abaikan?

Saya belajar melalui buku Going Offline karya Desi Anwar untuk mengkaji apa yang kita sukai dan tidak sukai dan dari mana asalnya. Yuk kita teliti apa yang benar-benar membuat kita termotivasi dalam hidup ini? Yuk mulai juga untuk memahami apa yang penting dan tidak penting bagi diri kita. Mari kita buat pilihan-pilihan berdasarkan rasa dan suara hati, bukan dari apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain.

Untuk teman-teman yang sedang ingin mengurangi interaksinya dengan sosial media maupun gawai, namun merasa sendiri dan sepi, yuk coba deh baca buku ini untuk menguatkanmu. Ada begitu banyak hal indah yang ditulis oleh Desi Anwar kala kita tak lagi menjadi hamba dari internet.

Review Going Offline karya Desi Anwar kali ini semoga bermanfaat ya!

Identitas Buku :

Judul : Going Offline karya Desi Anwar

Cetakan Kedua, Juni 2021, Penerbit Gramedia, Jakarta. 251 halaman

Baca review buku lainnya di sini ya!