Setelah menunggu selama lima tahun, akhirnya novel yang berisi lanjutan kisah cinta Dilan, terbit juga. Mengambil judul Ancika: Dia yang Bersamaku Tahun 1995, novel tersebut hadir dengan cerita dari sudut pandang Ancika, pacar Dilan setelah putus dengan Milea.
Sinopsis Ancika : Dia yang Bersamaku Tahun 1995
Sedikit flash back, hubungan Dilan dan Milea yang bisa dibilang sudah dapat restu dari kedua orang tua mereka, harus berakhir meski sebenarnya masih saling mencintai.
Penyebabnya karena ego masing-masing. Milea yang tidak suka Dilan jadi panglima tempur, sementara Dilan tidak begitu suka diatur-atur. Meskipun berat, putus adalah satu-satunya jalan yang harus dilalui.
Dalam keadaan seperti itu, hubungan mereka juga jadi semakin buruk karena masing-masing memendam kesalahpahaman. Tidak ada keterbukaan komunikasi. Masalah yang sebenarnya bisa dibicarakan, malah dibiarkan begitu saja. Akhirnya ya benar-benar harus berpisah.
Nah, untuk novel Ancika: Dia yang Bersamaku Tahun 1995, bagi saya yang sebelumnya pernah sebaper itu dengan kisah Dilan-Milea, sulit rasanya untuk menikmati kisah Ancika tanpa terbayang sosok Milea. Apalagi, ada beberapa kejadian dalam novel ini yang persis seperti apa yang pernah dialami oleh Milea.
Misalnya, kejadian yang ada kaitannya tentang koran. Entah sengaja atau tidak, Dilan melakukan hal yang hampir sama terhadap Milea dan Ancika. Sebenarnya saya ingin menceritakan secara detail, tetapi takut akan berujung spoiler, hehehe.
Sebagai fans serial Dilan, harus saya akui, kisah Dilan-Milea lebih sweet dibanding kisah Dilan-Ancika. Dalam novel ini, gombalan ala Dilan tidak sering muncul. Moment jadiannya pun tidak se-memorable saat Dilan-Milea jadian. Bahkan ada moment saat Dilan jadi “bajingan” di mata Ancika, tetapi saya lebih merasa baper saat adegan itu terjadi di antara Dilan dengan Milea. Nggak tahu deh kenapa.
Cerita kebersamaannya dengan Ancika pun tidak sedramatis saat bersama Milea. Konflik ada, tetapi tidak begitu banyak. Jika disimpulkan, novel ini terasa lebih tenang dibandingkan tiga novel sebelumnya.
Meski demikian, saya tetap berusaha menjadi fans yang realistis. Menerima kenyataan bahwa Dilan-Milea sekadar masa lalu. Sulit memang, tapi yah … mau bagaimana lagi? Memang sudah begitu jalannya.
Ancika – Dilan
Dilan yang bersama Ancika adalah Dilan yang sudah dewasa. Sudah kuliah sambil bekerja. Kesibukannya lumayan padat. Beruntung, Ancika mau belajar memahami. Dibanding Milea yang lembut dan feminin, Ancika memang terkesan jutek dan tomboy. Namun, jangan salah, meskipun masih SMA, Ancika terbilang punya cara berpikir yang dewasa lho untuk gadis seusianya.
Salah paham perihal orang ketiga juga sempat muncul dari Dilan dan Ancika. Tapi, mungkin karena mereka sudah sama-sama dewasa, jadi bisa diselesaikan tanpa drama berlebihan.
Satu hal yang juga paling saya kagumi dari Ancika adalah tentang bagaimana dia menyikapi masa lalunya Dilan. Baik itu masa lalu Dilan sebagai panglima tempur, maupun Dilan yang pernah bersama Milea.
Menjelang akhir novel, akan cukup banyak pendapat-pendapat Ancika tentang mantannya pasangan yang rasanya relate bagi banyak orang.
Ancika tidak menempatkan Milea sebagai saingannya. Ancika juga tidak menaruh rasa cemburu berlebihan kepada Milea.
“Dilan memang punya masa lalu, tetapi saya punya Dilan.”
Berbeda dengan kisah Dilan-Milea yang ceritanya cukup panjang, di dalam novel ini perjalanan kisah Dilan-Ancika terbilang singkat. Dari perkenalan, pedekate, pacaran, lamaran, sampai menikah, alurnya cukup cepat.
Banyak hal yang tidak terlalu diceritakan secara detail. Misalnya tentang perjalanan Dilan ke Solo dan ke Kuba. Saya pribadi penasaran sih bagaimana Dilan menjalani hari-harinya saat jauh dari Ancika.
Hmm… mungkin memang bagian itu sengaja tidak diceritakan secara detail karena nantinya akan ada lanjutan kisah dari sudut pandang Dilan. Bisa jadi juga sih. Apalagi memang sudah ada sedikit kode yang muncul dalam novel ini.
Meskipun dalam novel ini saya mulai membandingkan Ancika dengan Milea, tetapi sebenarnya saya pribadi tidak berharap bahwa kelak akan ada kubu-kubuan. Bagaimanapun, Milea itu masa lalu. Saya suka Milea, tetapi saya juga menghargai Ancika.
Dilan-Milea itu salah satu kisah yang sulit untuk dilupakan. Namun, bukan berarti Dilan-Ancika jadi tidak menarik.
Bagi saya, Dilan-Milea itu sweet, tetapi Dilan-Ancika lah kisah yang paling pas.
Author :
Seorang ibu yang suka membaca dan sedang belajar menulis. Blasteran Jawa-Toraja, yang bisa disapa lewat IG dan Twitter @utamyyningsih