The Cat Who Saced Books yang punya judul asli Hon O Mamoro To Suru Neko No Hanashi ini adalah karya Sosuke Natsukawa dan diterbitkan oleh Shogakukan, Jepang. Kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia di tahun 2023. Hingga Juni 2024 lalu, buku yang satu ini sudah memasuki cetakan ke-lima.
Memangnya sebagus apa sih? Yuk simak dulu review The Cat Who Saved Books versi Jeyjingga, hehehe..
Blurb The Cat Who Saved Books
Rintaro Natsuki adalah seorang pelajar SMA yang terancam hidup sendirian setelah kepergian Kakek kesayangannya. Ia juga hendak menutup toko buku bekas yang diwarisinya dari almarhum kakeknya.
Tapi kemudian muncul seekor kucing yang entah dari mana asalnya. Kucing ini bernama Tiger dan mengajak Rintaro untuk menyelamatkan buku-buku yang kesepian dan tidak dicintai. Buku-buku ini perlu dibebaskan dari para pemiliknya yang tak peduli.
Maka dimulailah hari itu juga petualangan Rintaro dan seekor kucing lucu ke labirin-labirin aneh untuk membebaskan buku-buku. Mereka berjumpa macam-macam orang dalam perjalanannya itu.
Ada pria yang membiarkan buku-bukunya mati di rak, ada pula penyiksa buku yang memotong halaman buku supaya orang-orang bisa membaca cepat, dan ada pula penerbit yang hanya mau menerbitkan buku-buku laris.
Entah bagaimana (teman-teman harus ikut membacanya) petualangan Rintaro dan si kucing ini berujung pada satu tantangan yang paling berat, dan hanya orang-orang yang paling berani lah yang sanggup masuk ke dalam dunia di labirin terakhir.
Review The Cat Who Saved Books, Hon O Mamoro To Suru Neko No Hanashi
Awalnya sempat berpikir, ini orang yang nulis novel imajinasinya kejauhan deh, mana kucingnya bisa ngomong lagi..
Tapi, ya namanya juga fiksi kan wkwkwk. Nampaknya saya terlalu banyak membaca buku non-fiksi sampai-sampai imajinasi seperti ini saja ngga bisa masuk ke otak saya. Tapi pada akhirnya saya menikmati jalan ceritanya.
Khas Jepang, kadang yang tak masuk akal bisa menjadi masuk akal saking halusnya si penulis menuntun pembacanya untuk memahami jalan cerita yang penuh imajinasi ini.
Saat Rintaro kedatangan si kucing ini pun awalnya dia juga denial, dan ini yang membuat saya makin terlarut dengan ceritanya, karena awalnya semua terasa masuk akal. Sampai akhirnya si kucing bisa berbicara, mengajak ngobrol Rintaro di toko buku milik kakeknya tersebut.
Singkat cerita, si kucing ini nyindir-nyindir Rintaro ketika ia tak mau diajak untuk “menolong” buku-buku yang malang. Saat Rintaro masih mencerna apa yang terjadi pun, ia masih juga dikagetkan dengan seekor kucing yang mengutip sebuah quotes dari buku terkenal;
Kebanyakan orang tidak memahami kebenaran yang sangat jelas. Mereka terus saja menjalani hidup sehari-hari, padahal hanya dengan hati kita bisa melihat dengan benar; hal-hal yang paling penting tidak terlihat oleh mata.
Si kucing tetap tenang meskipun Rintaro mulai panik karenasi kucing tidak hanya bisa berbicara, tapi seolah-olah mampu memahami apa yang Rintaro pikirkan. Lama-lama si kucing mirip sekali dengan si Kakek yang baru saja meninggal, bijak dan memahami Rintaro. Bedanya, si kakek tidak berbicara sebanyak kucing ini.
Hingga akhirnya si kucing berhasil meyakinkan Rintaro untuk ikut bersamanya menolong buku-buku yang membutuhkan bantuan mereka.
Rintaro menyetujui kucing untuk memasuki labirin pertama yang membawa mereka pada sebuah bangunan yang sangat megah, dengan penjaga yang menghadang mereka. Ketika ditanya untuk keperluan apa, si kucing spontan menjawab bahwa mereka sudah ada janji dengan si empunya rumah sejak lama. Rintaro terbengong-bengong, masuk di dunia manakah aku? Begitu kira-kira yang dipikirkan Rintaro.
Dalam misinya yang pertama, Rintaro diajak untuk membebaskan buku-buku seorang pesohor yang mengaku suka dengan buku dan sudah menghafal ribuan judul buku dan menghabiskan waktunya dengan buku-buku tersebut. Si pria dengan ribuan bukunya itu mengaku bahwa buku-bukunya sangat berharga, mendatangkannya banyak uang dan kepercayaan masyarakat padanya.
Namun yang mengenaskan, kondisi buku-bukunya sungguh tidak mencerminkan disimpan oleh seorang pencinta buku atau ilmu.
Bahkan si pria yang mengaku mampu menamatkan buku dalam hitungan jam itu masih saja menyombongkan diri bahwa hanya dirinya lah yang punya kepedulian terhadap masa depan ilmu pengetahuan di dalam buku. Namun ternyata, yang terjadi justru sebaliknya.
Rintaro teringat dengan perkataan kakeknya ketika melihat pria yang entah mengapa tampak tidak baik itu. Rintaro teringat dengan masa-masa dimana ia menghabiskan waktunya bersama buku-buku di Toko Buku Natsuki milik kakeknya. Ia menyendiri di sana, tenggelam dalam dunia huruf, dan perlahan kehilangan minatnya dengan dunia luar. Sehingga kakeknya pun menasihatinya dengan kalimat bijak.
Kalimat tersebut sekaligus juga menampar saya.
Tidak benar bahwa semakin banyak kau membaca, semakin banyak kau melihat dunia. Seberapa banyak pun pengetahuan yang kau jejalkan ke dalam kepalamu, kalau kau tidak menggunakan otakmu sendiri, pengetahuan yang kau peroleh akan selalu hampa dan sekadar pinjaman.
Buku tidak bisa menggantikanmu menjalani hidupmu. Pembaca yang lupa berjalan dengan kakinya sendiri bisa diibaratkan sebuah ensiklopedia. Kepalanya penuh dengan informasi yang sudah ketinggalan zaman. Kalau tidak ada orang lain yang membukanya, maka dia hanyalah barang antik tak berguna.
Iya kan gaes? Ada berapa banyak orang atau mungkin saya sendiri yang gemar mendirikan ruang pameran yang menggelikan, bahkan tak jarang juga yang sok, hanya agar semua orang bisa melihat berapa banyak buku yang telah kita baca. Lalu setelah membaca buku itu kita kembalikan ke rak kaca, kemudian menguncinya sampai entah kapan.
Deg!!
Seketika itu juga menampar saya. Lalu merenung tentang hakikat membaca buku.
Siapa sebenarnya yang lebih dihargai masyarakat, orang yang membaca buku sama sepuluh kali, atau orang yang membaca sepuluh buku masing-masing satu kali? Apakah kita sedang berlomba? Benarkah demikian?
Benarkah kita memang mencintai buku? Atau kita hanya mencintai diri sendiri?
Jadi, Benarkah Kita Mencintai Buku?
Membaca labirin pertama dari novel ini saja saya jadi memikirkan banyak hal. Termasuk benarkah saya mencintai buku? Atau hanya pamer dan menyombongkannya? Adakah hal bermanfaat yang mampu saya bagikan setelah membaca buku? Benarkah buku ini membuat saya puas dan merasa bermanfaat untuk sesama?
Pada akhirnya, kakek Rintaro benar sekali. Percuma bergelut dengan buku, asyik dengan dunia kita sendiri, tapi kita tidak peduli dengan kehidupan sekitar kita yang mungkin saja jauh lebih berharga dan membutuhkan sentuhan kita sebagai manusia.
Itu masih labirin pertama ya, di labirin kedua, ketiga, dan seterusnya masih ada cerita yang tak kalah mengesankannya. Petualangan-petualangan yang dialami oleh Rintaro, sang kucing, lalu menyusul teman sekolah Rintaro yang akhirnya bisa ikut nimbrung dengan kucing ajaib, pada akhirnya membuat saya sadar akan banyak hal tentang buku.
Untuk teman-teman pencinta buku, wajib banget sih menurut saya untuk membaca novel ini. Kalau ngga, rasanya kehidupan teman-teman sebagai bookstagram atau reviewe buku atau apalah itu, pasti ngga lengkap deh, hehehe..
Semoga artikel ini bermanfaat yaa! Terimakasih dan selamat membacaaaaaaa~