Buku Sisi Tergelap Surga karya Brian Khrisna adalah salah satu buku yang membuat saya semakin yakin bahwa hidup merantau, apalagi di ibukota negara kita sekarang, bukanlah pilihan yang tepat untuk memperbaiki hidup. Ketimpangan sosial semakin kentara, karena tembok-tembok pembatas antara si kaya dan si miskin semakin tinggi.
Bagi orang-orang yang belum pasti mata pencahariannya, lalu ingin mengubah nasib ke ibukota, di sinilah kemudian realita terbuka.
Ketika kita membayangkan Jakarta, sering kali yang terlintas di kepala adalah gemerlap gedung pencakar langit, kafe estetik di sudut kota, dan jalanan macet yang dipenuhi mobil-mobil mewah. Tapi di balik semua kilau itu, ada sisi lain dari ibukota, sisi yang jarang disentuh media, jarang jadi latar film romantis, apalagi jadi bahan diskusi di meja brunch.
Brian Khrisna, lewat buku Sisi Tergelap Surga, mengajak kita menyelami dunia yang gelap, getir, dan nyata: kehidupan orang-orang pinggiran Jakarta.
Sisi Tergelap Surga : Bukan Sekadar Fiksi, Tapi Realita yang Membekas
Dengan gaya penceritaan yang tajam namun puitis, Brian Khrisna tidak hanya menulis cerita, ia menyampaikan jeritan yang selama ini tak terdengar. Buku ini penuh dengan fragmen kehidupan yang barangkali terasa jauh bagi kita yang hidup dalam kenyamanan, tapi begitu akrab bagi mereka yang tinggal di gang-gang sempit, rumah semipermanen di bantaran kali, atau yang bertahan hidup dari pekerjaan-pekerjaan informal yang rentan dan tak menentu.
Cerita dalam Sisi Tergelap Surga menggambarkan bagaimana mimpi bisa jadi kemewahan, dan harapan bisa terasa seperti lelucon. Ada ibu-ibu yang harus memilih antara membayar listrik atau membeli susu anaknya.
Ada remaja yang bercita-cita menjadi penulis, tapi harus menyerah karena jadi kurir ojol lebih mendesak untuk dapur keluarganya. Ada kekerasan yang dianggap wajar, karena “memang begitulah hidup di sini.”
Sisi Tergelap Surga : Menyayat Tapi Jujur
Salah satu kekuatan dari buku ini adalah keberanian penulisnya untuk jujur. Tak ada romantisasi kemiskinan. Tak ada tokoh utama yang tiba-tiba jadi pahlawan. Yang ada hanya manusia-manusia biasa yang mencoba bertahan di tengah kerasnya kehidupan. Dan justru di situlah letak keindahan dan kesakitannya, karena terasa sangat nyata. Sampai-sampai saya pun bisa melihat realita yang sesungguhnya. Saya yakin, Brian tak asal menulis cerita, pasti ia telah melewati berbagai macam riset yang mendukung ceritanya.
Brian Khrisna seolah menantang kita: masihkah kamu bisa berpaling setelah membaca ini?
Sebagai pembaca, buku ini membuat kita marah, sedih, dan anehnya juga penuh harap. Karena di tengah segala keterbatasan, ada solidaritas. Ada senyum-senyum tulus meski perut kosong. Ada tawa kecil anak-anak di tengah genangan banjir. Ada keberanian untuk tetap hidup, meski surga terasa terlalu jauh.
Buku ini tidak berusaha menyelesaikan masalah. Tapi ia berhasil menyoroti apa yang kerap kita abaikan. Sehingga untuk saya pribadi, itu sudah lebih dari cukup untuk menyebutnya sebagai karya penting.
Untuk Siapa Buku “Sisi Tergelap Surga” Ini?
Kalau kamu adalah orang yang ingin membaca sesuatu yang “menyentil” nurani, yang mengajakmu berpikir tentang ketimpangan sosial tanpa menggurui, Sisi Tergelap Surga adalah pilihan tepat. Ini bukan buku yang bisa dibaca sambil lalu. Setiap kisahnya menuntut kita untuk diam, merenung, dan bertanya: apa yang telah kita lakukan untuk mereka yang tak seberuntung kita?
Sisi Tergelap Surga bukan hanya sekadar buku. Ia adalah cermin, yang memantulkan wajah kita sendiri dan realita kota yang selama ini kita puja, tapi tak kita kenali seluruhnya.
Sudah siapkah kamu menyelami sisi Jakarta yang tidak terlihat di Instagram? Baca Buku Sisi Tergelap Surga karya Brian Krishna segera.
Jadi penasaran sama isi bukunya. Pas baca sampulnya kupikir cerita religi hehe
Abis baca ini, coba deh buka channel youtube Walking Daily Indonesia atau Homeland Indonesia, terutama yang video muterin beberapa daerah di Jakarta. Langsung auto keinget scene-scene di novel ini.